Jumat, 27 Februari 2015

Lembar Terakhir Novel Istimewa

    Sejuta tetes embun sedari tadi bersandar diatas daun kian tebalnya. Gemercik air sungai, mengalir menabrak batuan sungai dengan kerasnya. Sorot mentari dengan kilau yang menerobos jendela kamarku. Aku membuka mataku perlahan, menghampiri jendela dan membukanya, membiarkan sang mentari lolos untuk menerangi ruang pribadiku. Kulihat handphoneku yang sedari tadi menyala.
    “Hey! :D” sapanya ramah melalui pesan singkat yang dia kirimkan.
***
    Dia, laki-laki manja, dengan berpuluh pesona, pesona sebuah senyuman yang seolah memaksa hatiku untuk kian berdesir. Pesona sosok idamanku ada padanya. Senyuman yang menentramkan. Sudah dua minggu ini kita saling berbalas pesan singkat, sapaan, salam, saling sharing, dia amat menyenangkan.
    Semua berawal dari pertemuan yang tak pernah kurencanakan sebelumnya, ini semua skenario Rabb-ku. Mengagumkan. Aku tertarik oleh sifatnya yang setiap saat ada dalam tiap-tiap urusan hatiku. Bahkan perhatian yang dia beri kian ekstrim. Perhatian yang membuatku merasa nyaman.
***
    Satu bulan berlalu..
    Gerimis ini terus menimpaku, cuaca yang belum bisa menjadi teman baikku hingga saat ini. Sama halnya dengan hatiku, triliunan desir rindu yang masih terus berkerumun. Argh... aku belum pernah melihat triliunan desir rindu itu, namun yang pasti, aku bisa merasakannya. Menyesakkan sekali bila kalian merasakannya. Aku sangat merindukan dia. 
     Nyanyian rindu serasa terhenti saat kulihat dia kini hadir didepan mataku. Langkahnya terus mengarah padaku, menghampiriku yang sedang melamun di atas batuan sungai yang hanya berjarak kurang lebih 3 meter sebelah barat rumahku. Mengarah padaku? Yang benar saja?
     “(Duduk di sampingku) Ngelamun terus! Kenapa?” sapanya. Kerinduan padanya sirna sudah, karena dia  kini disini denganku.
     “Nggak Gun, cuma main air kok. Kamu kenapa kemari Gun? Kok tumben?” jawabku mengalihkan pembicaraan.
     “Tadi aku main ke rumahmu. Kata Om Ganang kamu ke sungai. Kamu udah disini dari tadi?” jawabnya. Setengah lingkar bibirnya menebar senyum. Ada sebuah asa pada senyumnya, asa untuk membuatku bangkit dari kata menyerah.
     “Iya, Gun! (Diam sejenak) Gun, aku mau ngomong.”
     “Iya, Ter! Ngomong apa?”
     “Gun, sejak kita deket sebulan ini, aku pengen ngerti sejauh mana sih kita. Ehhh.. Pacar? Jelas-jelas bukan,” gumamku.
     “Dari tadi kamu ngelamun itu Ter? (tersenyum heran) Aku sayang kamu, Ter, tapi kita nggak lebih dari sekedar temen, aku takut nyakitin kamu Ter! Aku emang cemburu waktu kamu bicara soal Ken, tapi aku nggak berhak Ter..!” jelasnya sangat meyakinkan. Tapi alasan itu sangat tidak bisa kupahami, aku masih saja bertanya-tanya, kenapa?
     “Iya Gun. Aku udah terlanjur nyaman, nyamaaan banget, tapi aku nggak boleh keterlaluan kan Gun? Aku musti mikir sekolahku, masa depanku, walaupun aku nggak ngerti gimana masa depanku (aku menitihkan air mataku)” Agun tiba-tiba jongkok didepanku. Menatapku.
     “Maaf, Ter! Buat sekarang aku nggak bisa ngasih kamu kepastian, aku sejam lagi terbang ke Palembang melanjutkan sekolahku. Maaf untuk semuanya Ter. Kalo Allah berkehendak, aku bakal balik kok Ter. Moga kamu masih istiqomah Ter,” jelasnya dengan segala harapannya.
     “Iya Gun, aku istiqomah kok. Asal kamu juga, kita sama-sama meraih cita-cita ya Gun! Moga Allah hanya memberi kita jarak sebagai nikmat, mungkin ini rencana Allah untuk mendekatkan kita dengan kesuksesan. Semoga!!” jawabku bersamaan dengan pengharapanku.
***
     Tahun ini aku lulus SMA dua tahun lebih lambat dari dia, karna dia mengambil kelas akselerasi sewaktu SMP dan SMA. Aku mengambil jalur bidik misi untuk melanjutkan pendidikanku di bangku kuliah, di Palembang, ternyata universitas kita sama. Aku tidak menyangka sama sekali, ini tidak pernah kusengaja.
     Dua minggu setelah pengumuman itu, aku berangkat ke Palembang, aku tidak menghubungi dia aku tidak mau mengganggunya. Tiba di Palembang, saat aku sedang di dalam taksi menuju universitas, tiba-tiba dia menelfonku. Dia memberitahuku dengan kesibukan barunya sebagai penulis, satu novel telah dia buat, judulnya, Karena Kau Makmumku. Dua minggu lalu dia pernah mengirim buku karangannya padaku, ini cetakan yang khusus untukku katanya, karena pada lembar terakhir ada selembar kertas cetakan pabrik yang berisi ungkapan perasaannya.
    “Lembar terakhir  kubuat khusus untuk kau. Hai kau.. saat kau kutinggal pergi, jilbab merahmu menutup penuh rambutmu. Dua tahun ini kau kubiarkan memendam rindumu. Mencekik batin kian kuatnya. Sebongkah rasa rindu yang sama-sama kurasakan. Ayahmu memberitahuku bahwa kau akan mengambil program bidik misi ke Universitas yang sama denganku. Hai kau.. Bolehkah aku meminta sepucuk hatimu? Mengapa yang kuminta hanya sepucuk? Karena aku mengerti, seluruh hatimu terisi cinta yang sangat dalam pada Rabb-mu, dan sepertiga hatimu untuk Ayah & Ibumu. Aku menyayangimu karena Rabb-ku. Aku mencintaimu, aku ingin kita bahagia, di dunia dan Surga-Nya. Aku ingin mengurangi beban Ayahmu, dan ikut serta membimbingmu ke Syurga. Semoga kau tetap istiqomah dengan hatimu. Dengan hati yang terus mempertahankan agama Allah. Aku ingin kau menjadi makmumku. Saat kau dan aku sudah benar-benar siap nanti, biarkan aku dan keluargaku menghampiri orang tuamu. Bersabarlah dan teruslah Istiqomah. Aku tahu kita harus terus memantaskan diri di hadapan Allah. Percayalah!!!”
      Pada akhirnya buah kesabaran itu benar-benar muncul. Sebuah sikap istiqomah yang berujung sangat manis.
     “Cukuplah! Dengan  kau beristiqomah terhadap Allah. Segala urusan yang kau ingin capai pada akhirnya benar-benar berakhir dengan ending terbaik yang Allah ciptakan untuk kita. Yakinlah.. Walaupun kita tak akan pernah tahu jalan hidup kita. Tetaplah beristiqomah!!!”


MIFTAKHUL ISLAMIYAH

-----------
Tulisan ini harap diambil sisi positifnya, hanya sebuah karangan dan coretan, judul novel yang tertera, belum benar-benar ada.

Senin, 09 Februari 2015

Untuk Imamku di masa depan :D

Bismilllaah..
Assalammualaikum warrahmatullaahi wabarakatuh
Wahai Imamku di masa depan, apa kabarnya kau di sana?
Masihkah semangat berjuang untuk menemuiku?
Meskipun kau masih rahasia bagiku,
Namun aku begitu mencintaimu,
Dan aku di sini tak pernah kenal kata “lelah” dan
“menyerah” untuk senantiasa mencari ilmu,
Memantaskan diri di hadapan Allah,
kuharap kau pun begitu.
Aku belajar banyak hal agar nanti suatu saat jika
Allah sudah menentukan waktunya,
Kita akan bertemu.
Dan saat itu, aku sudah benar-benar siap untuk
berjuang di jalan dakwah bersamamu,
Membela agama Allah.
Mendidik calon mujahid dan mujahidah kecil kita sepenuh hati.
Membangun keluarga yang penuh cinta.
Dan bersama membangun istana di surga.
Wahai imamku,
Aku sadar, diriku jauh dari sempurna.
Aku memang bukan Siti Khodijah, tapi aku belajar setia darinya.
Bukan pula Siti Asiyah, tapi aku belajar bersabar darinya.
Aku bukanlah Siti Aisysah, tapi aku belajar ikhlas darinya.
Dan bukanlah Fathimah binti Muhammad, tapi aku belajar tabah darinya.
Kau tahu wahai imamku? Aku sangatlah pencemburu.
Semoga kita senantiasa dapat menjaga hati kita selagi berjauhan.
Bersabarlah.
Yakinlah, Allah pasti mempertemukan kita.
Jika memang bukan dunia ini tempat pertemuan kita,
Insya Allah kita akan bertemu di Jannah-Nya kelak.
Semangatlah duhai kasihku, aku selalu menunggumu
Salam sayang,
Istri masa depanmu
Saleha Is Me

Sabtu, 31 Januari 2015

Ibu

Bidadari keluargaku..
Aku sudah tidak pernah mendengar kabarmu...
sudah 4 tahun lebih..
Aku tak mengenal lagi pelukan hangat dalam kedinginan..
Desah napasnya yang sangat hidup itu mulai sirna..
Kesejukan dikala lelah tak akan kujumpai..
Aku mulai paham seiring dengan kedewasaanku..
Senyuman itu  tak akan pernah kembali..
Tak kan pernah sama. Tidak akan..
Bidadari keluargaku sudah pergi..
Jauh... meninggalkanku.. Selamanya..
Tekadku..
Tanpa kesaksiannya..
Aku harus terus maju..
Tanpa kesaksiannya..
Aku tetap bisa..
Walau setiap detik ,
aku merindukan semuanya..
IBU... AKU MENCINTAIMU
 
~Miftakhul Islamiyah~

Tegar Dalam Semu

Aku sadar , aku mengerti..
Langkah cintaku memang semu..
Tak nampak , tak terlihat..
Sampai saat ini rasa ini belum berbalas..
Entah hanya sampai esok , atau bahkan selamanya?
Aku masih kuat , masih tegar , masih bertahan..
Dalam ingkar hati yang semakin terbolak-balik,
Terombang-ambing kecemburuan..
Semakin hari semakin tumbuh..
Tumbuh subur , tiga kali lipatnya...
Perasaan yang tidak nyata , namun apakah hanya sekedar perasaan..?
Perasaan yang seolah buta saat candamu hanya hadir untuknya..
Gelap , petang saat kau dengannya..
Terang saat kita bercanda. 
Seolah menjadi obat untuk lukaku..
Aku  bingung mengapa perasaan itu semakin subur tumbuhnya..
Kian kokoh, dan menikam hatiku semakin kuat..
Sungguh tak terbantahkan...
Aku mengagumimu, mencintaimu. Sungguh!!!
Tidak akan bisa menepi sama sekali...
Api cemburu itu membakar habis.. 
Leleh sudah. 
Apa kau mengerti?


~Miftakhul Islamiyah~

Jumat, 30 Januari 2015

31 Januari 2015 (Kisah)

     Gerimis, menimpa para ciptaan di bumi. Semakin deras, sangaaat deras. Air mataku juga, menetes kian derasnya. Hancur, remuk, sangat tidak berbentuk. Tidak berupa sama sekali.
   Awal kehidupan baruku, dia datang dengan sejuta pesona. Pesona yang ku idam-idamkan. Dia orang yang sangat mengagumkan. Dia hadir saat aku benar-benar sangat terpuruk. Sedih, hilang harapan dalam segala kisah cintaku, kisah cinta yang semu, ranum, dan tak pernah nyata.
   "Assalamu'alaikum." sapanya dengan lebar senyum yang dia pancarkan. Memesona, menenangkan, menyejukkan dan pandangan matanya semakin lama semakin menentramkan keresahanku, sangat menentramkan.
   Hari berikutnya, dia kembali menyapaku, sapa yang mengawali segalanya, walaupun hanya melalui via SMS. Sapaan yang kian hari selalu menjadi kebutuhanku, aku butuh sapaan itu, sangat membutuhkan. Dia yang selalu ada saat semua terasa sepi, tanpa suara, macam malam yang mendekap erat kehidupanku. Sunyi. Sepi. Sendiri.
   Perlahan, rasa takut itu hadir, takut kehilangan, takut esok atau bahkan 5 menit kemudian dia menghilang. Perasaan apa ini? Perasaan yang lain, gemetar dengan perhatian yang dia beri, aku terpikat, sifatmu amat memesona.

                             "Aku ingin kisah cinta ranumku tak kembali sejak mengenal kau"
**
     Aku merindukan ini semua.
     "Hey! Kamu kemana?" sapaan singkat dengan segala kekhawatiran saat aku tidak dengannya.
     "Maaf, ini masih trouble. SMS ku dari tadi belom masuk."
     "Iya iyaa."
   Pesan singkat yang selalu kunantikan. Kerinduanku semakin menjadi sekarang. Entah hanya sekedar rindu ataupun lebih. Aku sangat rindu, semua yang ada padanya sangat kurindukan. Suara, tatap matanya, senyumnya. Menyejukkan, aku rindu. Esok aku akan menemuinya, berharap jantungku tak akan berdetak semakin kencang. "Jangan kaku ya, kalau ketemu aku..!" itu yang seringkali dia lontarkan.
     Sepulang sekolah. Hari ini aku akan menemuinya, salah satu cafe di kota kecil ini akan menjadi tempat yang musti dihampiri. Pertama kalinya dalam sejarah, aku keluar dengan cowok, sebelumnya tidak pernah. Dia menemuiku. Jujur, senyuman dan sapaan itu yang sangat hangat di tengah rinai yang sejak satu jam tadi menimpa ku. 
       "Kaku banget ya?" dia mulai memecahkan keheningan, gagap yang semakin menjadi.
       "Nggak kok, biasa loh!" jawaban yang sangat bohong, aku hanya sekedar menutupinya.
       "Keliatan kok dari sorot matamu.. :-)" dia sangat memerhatikannya, sorot mata yang benar-benar kaku. Aku tak pernah sekaku itu, ini sangat kaku!
     30 menit berjalan, kekakuan itu sirna. Aku banyak bertanya banyak hal padanya, dia juga, bertanya dengan hal yang hampir sama, hampir semua tentang masa laluku dan dia. Mantan kekasih, orang yang pernah dekat, semua kita bahas. Aku membahas Cn. Dia hanya tersenyum, lalu tertawa lebar. Dia membicarakan mantan kekasihnya, aku hanya tersenyum kecil.
     *Cn, orang yang 3 bulan lalu hingga saat ini sangat kukagumi, bahkan menyayangi, tapi percuma, aku tau dia menyayangi orang lain, yang jauh lebih dariku.
****
         Biarlah semua berlangsung tanpa dimengerti, akan kubuat semua seperti teka teki, aku tak mau menikam hatiku, atau sama saja aku membiarkan rasa itu akan tumbuh dua kali lipatnya. 
         Aku akan mengetahui suatu saat nanti, kisah apa yang akan terjadi. Sedih ataukah gembira. Pintu hatiku akan terbuka ataukah tidak semua akan terjadi, akan kucoba memahami semua, memahami sendiri, menerka perasaanku sendiri. Suatu hari aku akan kembali dengan yang terjadi.
"Aku sadar, aku mengerti kisah cintaku memang semu, tak nampak, tak terlihat.. Sulit ditebak. Sangat sulit, hingga rasa takut itu hadir, takut dengan ketidakpastian, makin hari kian menikam."



~Miftakhul Islamiyah~

Dapatkah kau dengar itu?


Tidak tahu berapa lama itu..

Bahwa aku harus menyembunyikan segala sesuatu..

Menyembunyikan semua kebenaran di hatiku

Setiap kali kita bertemu..

Setiap kali kumemandangmu..

Aku hanya berpura-pura bertahan..

Tahukah kau betapa aku menahan diriku?

Dapatkah kau dengar itu?

Hatiku...

Memberitahumu bahwa aku mengagumimu..

Tapi aku tak bisa mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya...

Bisakah kau dengar itu?

Hatiku...

Menanti kau membukanya..

Hanya dapat berharap kau akan mengetahuinya...

Suatu hari..

Meskipun aku mengagumimu, atau bahkan mencintaimu..

Walaupun aku merasakannya...

Tetapi jauh didalam tidak cukup berani...

~Miftakhul Islamiyah~

Kamis, 29 Januari 2015

29 Januari 2015

Bintang terang...

Akankah aku berdiri setegar engkau?

Bukan dalam gantungan yang sendiri di tengah malam,

dan memandang dengan bibir terbuka,

layaknya pasien alam yang terbaring tanpa pernah tidur

namun tidur di atas payudara cinta sejatiku yang ranum

merasa untuk selamanya

dalam keterjagaan nan manis...

Masih saja aku mendengar desah napasnya,

yang lembut,dan begitu hidup

Masih hidup? Ataukah pingsan sampai mati?


~Miftakhul Islamiyah~